Malang, 26 Agustus 2014,
Kepada Yang Mulia
Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia
Jalan Medan Merdeka Utara No 9-13 Jakarta Pusat
Di J A K A R T A
Melalui
Yang Mulia
Ketua Pengadilan Negeri Kepanjen
Jalan Raya Panji No. 205 Kepanjen
Di M A L A N G
Perihal : Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Peraturan Walikota Malang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Pungutan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pungutan Dana Investasi Pendidikan Pada Sekolah Menengah Atas Negeri dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Drs. Ec. Mohammad Dawoed, usia 61 tahun, beragama Islam, pekerjaan Pemimpin Redaksi Media Pendidikan (www.mediapendidikan.info), beralamat di Jalan Kauman Nomor 50 RT 08 RW 02 Lawang – Malang, adalah perorangan warga negara Republik Indonesia. Selanjutnya mohon disebut sebagai PEMOHON (Bukti P-1).
Pemohon dengan ini mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil kepada Mahkamah Agung terhadap:
Walikota Malang, yang berkedudukan dan berkantor di Jalan Tugu Nomor 1 Malang. Selanjutnya mohon disebut sebagai TERMOHON.
OBJEK PERMOHONAN
Adapun yang menjadi objek permohonan keberatan hak uji materiil dalam permohonan ini adalah: Pembentukan Peraturan Walikota Malang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Pungutan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pungutan Dana Investasi Pendidikan Pada Sekolah Menengah Atas Negeri dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (Bukti P-2) yang tidak memenuhi ketentuan yang berlaku, yakni asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat dan asas kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 huruf b dan c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Bukti P-3).
Sebelum Pemohon melangkah sampai kepada Petitum permohonan ini, perkenankanlah Pemohon terlebih dahulu menguraikan secara sistematik: (i) hal-hal yang berkaitan dengan kewenangan Mahkamah Agung untuk memeriksa, memutus dan mengadili perkara ini; (ii) hal-hal yang berkaitan dengan kedudukan hukum (legal standing) Pemohon, yang menjelaskan mengenai hak konstitusional Pemohon yang dirugikan dengan keberlakuan peraturan perundang-undangan yang dimohonkan untuk diuji; (iii) hal-hal yang berkaitan dengan alasan-alasan hukum yang diajukan Pemohon sebagai dasar untuk mengajukan petitum dalam permohonan ini; dan (iv) kesimpulan; sebagai berikut:
I. KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG
1. Bahwa Pemohon dengan ini bermohon kepada Mahkamah Agung agar sudilah kiranya melakukan pengujian formil terhadap Peraturan Walikota Malang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Pungutan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pungutan Dana Investasi Pendidikan Pada Sekolah Menengah Atas Negeri dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri, yang pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku, yaitu asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat dan asas kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 5 huruf b dan c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
2. Bahwa Pasal 24A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya mohon disebut “UUD 1945”) menyatakan: “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang”.
3. Bahwa Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang No 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung dan terakhir diubah dengan Undang-Undang No 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung (selanjutnya mohon disebut “UU Mahkamah Agung”) mengatur: “Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang”.
4. Bahwa hal serupa terdapat dalam Pasal 20 ayat (2) huruf b Undang-Undang No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan: “Mahkamah Agung berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang;”
5. Bahwa penegasan yang sama juga tercantum dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur: “Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung”.
6. Bahwa berdasarkan uraian-uraian yang Pemohon kemukakan dalam angka 1 s/d 5 di atas, maka tidak ada keraguan sedikit pun untuk menyatakan bahwa Mahkamah Agung berwenang untuk memeriksa, memutus dan mengadili permohonan ini pada tingkat pertama dan terakhir dan putusannya bersifat final.
II. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON
1. Bahwa Pasal 31A ayat (2) huruf a Undang-Undang Mahkamah Agung menyatakan bahwa: Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh pihak yang menganggap haknya dirugikan oleh berlakunya peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, yaitu: a. perorangan warga negara Indonesia;
Dalam penjelasan atas Pasal 31A ayat 2 huruf a Undang-Undang a quo dinyatakan bahwa: Yang dimaksud dengan “perorangan” adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama.
2. Bahwa Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang menganggap haknya dirugikan dengan diberlakukannya Peraturan Walikota Malang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Pungutan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pungutan Dana Investasi Pendidikan Pada Sekolah Menengah Atas Negeri dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri. Hak konstitusional Pemohon yang setidak-tidaknya dirugikan secara potensial adalah hak yang diberikan oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.
3. Bahwa Pemohon mempunyai perhatian yang intens terhadap dunia pendidikan, khususnya mengenai penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah di Malang dan sekitarnya. Pemohon kerap memberikan dukungan, usulan dan saran terhadap para pemangku kepentingan (stakeholders) di bidang pendidikan untuk kemajuan dunia pendidikan dan pemerataan akses pendidikan. Dalam kesehariannya, Pemohon menjalankan aktivitas sebagai Pengamat Pendidikan dan Pemimpin Redaksi Media Pendidikan (www.mediapendidikan.info), sebuah media lokal non-profit yang berkedudukan di Malang. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Pemohon itu sejatinya merupakan upaya untuk berpartisipasi dalam pembangunan guna mencapai salah satu tujuan negara, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.
4. Bahwa pada tanggal 28 Oktober 2010, Termohon telah menetapkan Peraturan Walikota Nomor 46 Tahun 2010 Tentang Penetapan Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan (SPP) dan Sumbangan Biaya Pengembangan Pendidikan (SBPP) Pada SD, SMP, SMA dan SMK Negeri (Bukti P-4) yang memuat batas maksimal SPP dan SBPP yang dikenakan kepada masyarakat pada sekolah-sekolah negeri di kota Malang.
5. Bahwa atas dasar Peraturan Walikota Malang Nomor 46 Tahun 2010 yang masih mengatur pungutan bagi pendidikan dasar, Pemohon telah mengajukan wawancara secara tertulis kepada Termohon melalui surat nomor 007/VI/2014 bertanggal 2 Juni 2014 (Bukti P-5) agar dapatnya diberikan penjelasan dan alasan Termohon tidak melarang pungutan yang dilakukan satuan pendidikan dasar di kota Malang. Melalui surat nomor 008/VI/2014 bertanggal 2 Juni 2014 (Bukti P-6), Pemohon juga mengajukan wawancara secara tertulis kepada Termohon agar dapatnya diberikan penjelasan dan alasan yang melatarbelakangi satuan pendidikan menengah (SMAN & SMKN) di kota Malang melakukan pungutan dan mempergunakan langsung dana yang bersumber dari masyarakat selama ini. Termohon tidak pernah memberikan jawaban atas kedua surat Pemohon tersebut.
6. Bahwa pada tanggal 30 Juni 2014 Termohon telah menetapkan Peraturan Walikota Malang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Pungutan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pungutan Dana Investasi Pendidikan Pada Sekolah Menengah Atas Negeri dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri yang memuat besaran pungutan yang dikenakan kepada masyarakat. Dalam rangka berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara yang berdasarkan hukum (rechtsstaat), Pemohon, setelah mempelajari dan menelaah Peraturan Walikota a quo, selanjutnya mengirimkan surat nomor 050/VII/2014 bertanggal 18 Agustus 2014 (Bukti P-7) yang pada pokoknya memberikan saran kepada Termohon untuk meninjau kembali pembentukan Peraturan Walikota a quo sesuai peraturan perundang-undangan.
7. Bahwa oleh karena Peraturan Walikota a quo yang diduga bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi itu sudah disosialisasikan dan dilaksanakan, maka demi memberikan kepastian hukum antara penyelenggara pelayanan pendidikan dan masyarakat, diajukanlah permohonan keberatan hak uji materiil ini.
8. Bahwa Pemohon adalah pembayar pajak (tax payer) (Bukti P-8). Dalam setiap transaksi yang dilakukannya, Pemohon juga kerap dikenakan pajak yang merupakan kewajiban warga negara kepada negara. Dengan demikian sudah selayaknya Pemohon dipandang mempunyai kualitas hukum sebagai pihak yang mempunyai kepentingan sesuai Pasal 31A ayat (2) UU Mahkamah Agung. Hal ini sesuai dengan adagium “no taxation without representation” yang artinya tidak ada pajak tanpa perwakilan dan “no participation without tax” yang bermakna tidak ada partisipasi tanpa pajak.
9. Bahwa berdasarkan uraian-uraian yang telah Pemohon sampaikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Pemohon mempunyai kedudukan hukum (legal standng) untuk mengajukan permohonan a quo.
III. ALASAN-ALASAN HUKUM
1. Bahwa ketentuan Pasal 23A UUD 1945 menyatakan bahwa: “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”
2. Bahwa pada hakikatnya, pajak atau pungutan yang bersifat memaksa yang dibebankan oleh Pemerintah kepada rakyat, harus dibentuk dengan undang-undang. Hal itu merupakan perwujudan kedaulatan rakyat yang diakui berdasarkan konstitusi dan undang-undang. Hal yang sama juga berlaku di daerah, Pemerintah Daerah hanya dapat membebankan dan menetapkan besaran pajak dan pungutan di daerah dengan persetujuan lembaga perwakilan rakyat di daerah. Dengan tidak adanya persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, maka sudah sepatutnya pungutan yang bersifat memaksa dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum (nietig van rectswege).
3. Bahwa ketentuan Pasal 5 huruf b dan c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan bahwa: Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi: b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; c. kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan
Dalam penjelasan atas ketentuan-ketentuan a quo dijelaskan bahwa: b. Yang dimaksud dengan “asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat” adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang. c. Yang dimaksud dengan “asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan” adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.
4. Bahwa pendidikan merupakan salah satu bidang yang termasuk dalam ruang lingkup pelayanan publik sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik (Bukti P-9) yang menyatakan: Pasal 5 (1) Ruang lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. (2) Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor lain yang terkait.
5. Bahwa ketentuan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik mengatur tentang komponen biaya/tarif pelayanan publik sebagaimana diuraikan berikut: Pasal 31 (1) Biaya/tarif pelayanan publik pada dasarnya merupakan tanggung jawab negara dan/atau masyarakat. (2) Biaya/tarif pelayanan publik yang merupakan tanggung jawab negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada negara apabila diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan. (3) Biaya/tarif pelayanan publik selain yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan kepada penerima pelayanan publik. (4) Penentuan biaya/tarif pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
6. Bahwa dari ketentuan Pasal 31 ayat (4) UU Pelayanan Publik di atas, dapat diketahui bahwa Termohon bukanlah lembaga yang berwenang untuk menetapkan besaran biaya/tarif/pungutan atas pelayanan publik kepada masyarakat. Seharusnya Termohon menentukan besaran biaya/tarif/pungutan pendidikan dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang.
7. Bahwa tindakan Termohon yang menerbitkan Peraturan Walikota a quo secara sepihak dan tanpa persetujuan DPRD Kota Malang tidaklah sesuai dengan ketentuan Pasal 31 ayat (4) UU Pelayanan Publik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembentukan Peraturan Walikota a quo nyata-nyata tidak memenuhi ketentuan yang berlaku yaitu asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 huruf b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Oleh karena itu sudah sepatutnya Peraturan Walikota a quo dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum.
8. Bahwa ketentuan Pasal 58 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Bukti P-10) mengatur bahwa: “SKPD dilarang melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan daerah”.
Dalam penjelasan atas ketentuan a quo dinyatakan bahwa: “Peraturan daerah dimaksud tidak boleh melanggar kepentingan umum dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi”.
9. Bahwa ketentuan Pasal 1 angka 6 Peraturan Walikota Malang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Pungutan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pungutan Dana Investasi Pendidikan Pada Sekolah Menengah Atas Negeri dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri mendefinisikan bahwa: “Satuan Pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, non formal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan”.
10. Bahwa Satuan Pendidikan yang melakukan pungutan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 6 Peraturan Walikota Malang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Pungutan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pungutan Dana Investasi Pendidikan Pada Sekolah Menengah Atas Negeri dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri adalah bagian dari Dinas Pendidikan Kota Malang yang merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kota Malang.
11. Bahwa penetapan besaran pungutan dalam materi muatan Peraturan Walikota a quo tidaklah sesuai dengan bunyi ketentuan Pasal 58 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang melarang pungutan selain yang ditetapkan dalam peraturan daerah. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pembentukan Peraturan Walikota a quo nyata-nyata tidak memenuhi ketentuan yang berlaku yaitu asas kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dengan demikian sudah selayaknya Peraturan Walikota a quo dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum.
12. Bahwa dalam konsideran menimbang Peraturan Walikota Malang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Pungutan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pungutan Dana Investasi Pendidikan Pada Sekolah Menengah Atas Negeri dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri dinyatakan bahwa: a. bahwa sebagai tindak lanjut ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan dan guna memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dalam rangka Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri, perlu menetapkan batas maksimal Pungutan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pungutan Dana Investasi Pendidikan Pada SMA Negeri dan SMK Negeri”. b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang Pungutan Penyelenggaraan Pendidikan Pungutan Dana Investasi Pendidikan Pada SMA Negeri dan SMK Negeri
13. Bahwa ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan tidaklah memberikan delegasi kewenangan (delegatie van wetgevingsbevoegdheid) kepada kepala daerah in casu Termohon untuk membentuk peraturan pelaksanaan maupun peraturan kepala daerah untuk menentukan besaran pungutan yang dikenakan kepada masyarakat. Ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah a quo hanya menyatakan: Pasal 2 (1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. (2) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat; b. peserta didik, orang tua atau wali peserta didik; dan c. pihak lain selain yang dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
14. Bahwa menurut Jimly Asshiddiqie (Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi RI), pendelegasian kewenangan itu baru dapat dilakukan dengan tiga alternatif syarat, yaitu a. Adanya perintah yang tegas mengenai subjek lembaga pelaksana yang diberi delegasi kewenangan, dan bentuk peraturan pelaksana untuk menuangkan materi pengaturan yang didelegasikan; b. Adanya perintah yang tegas mengenai bentuk peraturan pelaksana untuk menuangkan materi pengaturan yang didelegasikan; c. Adanya perintah yang tegas mengenai pendelegasian kewenangan dari undang-undang atau lembaga pembentuk undang-undang kepada lembaga penerima delegasi kewenangan tanpa penyebutan bentuk peraturan yang mendapat delegasi. (vide Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm. 266-269).
15. Bahwa ketiga syarat itu bersifat alternatif dan salah satunya harus ada dalam rangka pemberian delegasi kewenangan pengaturan (rule making power) itu. Dengan tidak adanya salah satu dari syarat tersebut di atas pada Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan, maka dapat diketahui bahwa tidak ada delegasi kewenangan yang diberikan kepada Termohon untuk menerbitkan Peraturan Walikota Malang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Pungutan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pungutan Dana Investasi Pendidikan Pada Sekolah Menengah Atas Negeri dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri. Oleh karena itu Peraturan Walikota a quo haruslah dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum.
16. Bahwa menurut Bagir Manan (Mantan Ketua Mahkamah Agung RI), dasar yuridis (yuridische gelding) sangat penting dalam pembentukan peraturan perundang-undangan karena akan menunjuk: 1) Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan. Setiap peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang; 2) Keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan dengan materi yang diatur, terutama kalau diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi atau sederajat; 3) Keharusan mengikuti tata cara ketentuan. Apabila tata cara tersebut tidak diikuti peraturan perundang-undangan mungkin batal demi hukum atau tidak/belum mempunyai kekuatan hukum mengikat ; 4) Keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya (vide Bagir Manan, Dasar-dasar Perundang-undangan Indonesia, Ind-Hill. Co, Jakarta, 1992, hlm. 13-18).
17. Bahwa dengan tidak adanya dasar yuridis (yuridische gelding) dalam ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan yang ditujukan kepada Termohon untuk membentuk Peraturan Walikota Malang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Pungutan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pungutan Dana Investasi Pendidikan Pada Sekolah Menengah Atas Negeri dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri, maka dapat ditafsirkan bahwa Termohon tidak mempunyai landasan hukum untuk membuat Peraturan Walikota a quo. Walhasil Peraturan Walikota a quo haruslah dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum.
18. Bahwa berdasarkan argumentasi-argumentasi yuridis yang telah Pemohon uraikan di atas, maka terbuktilah dalil-dalil Pemohon yang menyatakan bahwa pembentukan Peraturan Walikota Malang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Pungutan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pungutan Dana Investasi Pendidikan Pada Sekolah Menengah Atas Negeri dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri tidak memenuhi ketentuan yang berlaku yaitu asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat dan asas kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 huruf b dan c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dengan demikian terdapat cukup alasan untuk menyatakan Peraturan Walikota a quo tidak sah dan batal demi hukum.
IV. KESIMPULAN
Bahwa berdasarkan uraian-uraian yang telah Pemohon kemukakan dalam permohonan keberatan hak uji materiil ini, maka sampailah Pemohon pada kesimpulan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bahwa Pemohon dengan ini mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil kepada Mahkamah Agung agar sudilah kiranya melakukan pengujian formil atas Peraturan Walikota Malang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Pungutan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pungutan Dana Investasi Pendidikan Pada Sekolah Menengah Atas Negeri dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri, yang pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku, yakni asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat dan asas kesesuaian antara jenis hierarki dan materi muatan sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 huruf b dan c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
2. Bahwa berdasarkan Pasal 24A UUD 1945, Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Agung, Pasal 20 ayat (2) huruf b Undang-Undang No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, dan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka dapat disimpulkan bahwa Mahkamah Agung berwenang untuk memeriksa, memutuskan dan mengadili perkara ini, pada tingkat pertama dan terakhir dan putusannya bersifat final.
3. Bahwa Pemohon memiliki hak baik langsung maupun tidak langsung yang diberikan oleh UUD 1945 khususnya Pasal 28D ayat (1). Hak konstitutional Pemohon tersebut setidak-tidaknya telah dirugikan secara potensial dengan diberlakukannya Peraturan Walikota Malang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Pungutan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pungutan Dana Investasi Pendidikan Pada Sekolah Menengah Atas Negeri dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri. Selain itu Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang mempunyai perhatian yang mendalam terhadap dunia pendidikan, khususnya tentang penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah di Malang dan sekitarnya. Pemohon juga merupakan pembayar pajak (tax payer). Dengan demikian berdasarkan Pasal 31A ayat (2) Undang-Undang Mahkamah Agung maka Pemohon mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan hak uji materiil ini.
4. Bahwa berdasarkan alasan-alasan hukum yang telah Pemohon sampaikan dalam angka III permohonan ini, maka dalil Pemohon yang menyatakan bahwa pembentukan Peraturan Walikota Malang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Pungutan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pungutan Dana Investasi Pendidikan Pada Sekolah Menengah Atas Negeri dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri tidak memenuhi ketentuan yang berlaku yaitu asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat dan asas kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 huruf b dan c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat dibenarkan. Dengan demikian cukuplah alasan bagi Mahkamah Agung untuk menyatakan peraturan walikota a quo tidak sah dan batal demi hukum, memerintahkan Termohon untuk mencabutnya dan menghukum Termohon untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini.
V. PETITUM
Berdasarkan keseluruhan uraian yang telah Pemohon sampaikan dalam permohonan keberatan hak uji materiil ini, maka Pemohon memohon kepada Yang Mulia untuk memutuskan sebagai berikut:
1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan bahwa pembentukan Peraturan Walikota Malang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Pungutan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pungutan Dana Investasi Pendidikan Pada Sekolah Menengah Atas Negeri dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri tidak memenuhi ketentuan yang berlaku yaitu asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat dan asas kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 huruf b dan c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
3. Menyatakan bahwa Peraturan Walikota Malang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Pungutan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pungutan Dana Investasi Pendidikan Pada Sekolah Menengah Atas Negeri dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri tidak sah dan batal demi hukum;
4. Memerintahkan kepada Termohon untuk mencabut Peraturan Walikota Malang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Pungutan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pungutan Dana Investasi Pendidikan Pada Sekolah Menengah Atas Negeri dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri;
5. Memerintahkan kepada Panitera Mahkamah Agung untuk mengirimkan petikan putusan ini kepada Sekretaris Daerah Kota Malang untuk dicantumkan dalam Berita Daerah;
6. Menghukum Termohon untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini;
ATAU
Apabila Yang Mulia Majelis Hakim Agung berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Demikianlah permohonan keberatan hak uji materiil ini. Atas kearifan dan segala perhatian yang diberikan Yang Mulia, Pemohon sampaikan terima kasih.
Hormat Pemohon,
Ttd.
Drs. Ec. Mohammad Dawoed